Suryanews Jakarta -Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) akan mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk segera menon-aktifkan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Hal ini untuk memudahkan proses hukum yang sedang dihadapi Jenderal Bintang 3 itu terkait dugaan pemerasan terhadap Mantan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL) di Polda Metro Jaya.
“Seharusnya Ketua KPK Firli Bahuri dinon-aktifkan untuk netralitas proses hukum di Polda Metro Jaya. Kalau yang bersangkutan masih menjabat, repot. Ada saja alasannya untuk mengukur waktu,” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo SSos kepada media (21/10).
Menurut Edy, pengiriman surat permintaan dokumen oleh Kapolda Metro Jaya yang dikirim ke Pimpinan KPK merupakan salah satu buktinya. Surat permintaan penyerahan dokumen yang dikirimkan pada Jum’at (20/10) itu seharusnya tidak perlu dilakukan kalau yang bersangkutan non-aktif. Penyidik bisa langsung datang dan meminta bahkan menyita dokumen yang diperlukan tersebut. Di mana penyidik Polda sudah mengantongi izin penyitaan dan penggeledahan dokumen dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 Oktober 2023.
Edy menegaskan pihaknya tidak mencampuri urusan materi penyidikan, tapi akan terus memberikan support kepada Polda Metro Jaya untuk menuntaskan kasus dugaan pemerasan tersebut. “Kita hanya ingin hukum tegak lurus sehingga siapapun yang diduga melakukan tindak pidana maka harus diproses sampai tuntas,” jelasnya.
Polda Metro Jaya sudah menyampaikan SPDP Kasus dugaan pemerasan ini telah masuk ke dalam tahap penyidikan berdasarkan gelar perkara pada Jumat 6 Oktober 2023 lalu. Dalam kasus ini, penyidik menggunakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nom31 tahun 1998 Jo UU No.20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 65 KUHP.
Bedasarkan release yang dikeluarkan Polda Metro Jaya, Firli Bahuri seharusnya diperiksa pada hari Jum’at (20/10), namun Ketua KPK itu meminta agar pemeriksaan dijadwal ulang. Polda tentu harus menyiapkan panggilan ulang dan rencana pemeriksaan yang biasa sepekan ke depan.
“Ini yang kita sayangkan, ada conflict of interest. Konflik kepentingan di mana posisi jabatan Ketua KPK mau tidak mau mempengaruhi proses jalannya proses hukum. Beda halnya kalau yang bersangkutan dinon-aktifkan, conflict of interest itu bisa dihilangkan,” tambah Edy. ***
