SuryaNews Batam-Ketua Kelompok Diskusi Anti86, Cak Ta’in Komari memberikan apresiasi kepada Gubernur Kepri Ansar Ahmad yang memenuhi panggilan penyidik Polda Kepri terkait Dugaan Korupsi Honorer Fiktif di Sekretariat DPRD Provinsi Kepri pada Jum’at 15 Desember 2023. “Sikap kooperatif Gubernur itu patut diapresiasi. Karena bisa saja Beliau menolak, sebelum ada ijin dari Presiden,” kata Cak Ta’in kepada Media (21/12)
Menurut Cak Ta’in, pemanggilan gubernur dalam proses penyelidikan dan penyidikan suatu kasus dugaan pidana harus seijin presiden, melalui Mendagri. Itu diatur dalam UU Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 36. “Saya tidak tahu, apakah penyidik Polda Kepri sudah meminta ijin kepada presiden atau belum,” ujarnya.
Cak Ta’in merasa miris ketika proses hukum kemudian dipelintir pihak tertentu menjadi konsumsi dan kepentingan politik. Dia menilai sangat ini yang berkembang bukan subtansi proses hukum dugaan korupsi honorer fiktif tapi lebih bersifat politis. Berita tentang pemeriksaan Ansar itu dieksploitasi besar-besaran seolah membangun stigma hukum kasus itu yang tanggung jawab gubernur.
“Saya justru kaget, ketika gubernur dengan besar hati dan tanpa beban datang memenuhi panggilan penyidik Polda Kepri tersebut. Itu perlu diapresiasi, meskipun seharusnya Gubernur tidak perlu datang. Sebab gubernur punya hak imunitas dalam proses penyelidikan dan penyidikan aparat penegak hukum,” jelas Cak Ta’in.
Lebih lanjut Mantan Dosen Unrika Batam itu menjelaskan, penyidik kepolisian atau kejaksaan tidak bisa seenaknya melayangkan surat panggilan kepada gubernur (kepala daerah) tanpa meminta izin terlebih dahulu pada Presiden, langsung atau melalui Mendagri. Sama ketika penyidik mau melakukan mau melakukan penggeledahan dan penyitaan dokumen yang memerlukan ijin Pengadilan Negeri.
Maka penting, penyidik untuk mempertimbangkan urgensi dari pemanggilan, karena itu akan menjadi alasan pengajuan dan pertimbangan Presiden atas ijin pemeriksaan gubernur tersebut. “Kalau penggeledahan dan penyitaan, bisa diajukan penyidik ketika kasus sudah status penyidikan, terbit SPDP dan ada tersangkanya,” ucapnya.
Cak Ta’in menekankan, yang bisa memanggil dan memeriksa kepala daerah tanpa ijin Presiden itu hanya KPK, karena kewenangannya yang besar. Kecuali kepala daerah melakukan tindak pidana murni, yang memang perlu diamankan secara cepat, termasuk OTT. itupun setelahnya wajib penyidik memberitahukan kepada Presiden. Bahkan untuk itu, tanpa diminta Presiden akan mengeluarkan surat pemberhentian kepala daerah.
Pertanyaannya, apakah gubernur gak boleh dipanggil penyidik? Boleh tapi tetap ikuti prosedur dan aturan perundangan yang ada. Ada UU Pemerintahan Daerah yang mengatur jabatan dan kewenangan, termasuk hubungan dalam penyelidikan dan penyidikan.
“Kalau penyidik Polda perlu mendalami surat edaran gubernur terus memanggil gubernur, atas dugaan tindak pidana di pejabat di bawah gubernur. Apa memang perlu sampai memeriksa gubernur? Pertanyaan yang sama, apakah penyidik harus memanggil presiden ketika ada pejabat menteri yang melanggar hukum Undang-undang, PP atau Keppres karena presiden yang mengeluarkan aturan tersebut?” papar Cak Ta’in.
Kalau hanya persoalan penuntasan dugaan korupsi honorer fiktif, lanjut Cak Ta’in, bukannya Polda sudah memeriksa ratusan orang terkait itu. Jika faktanya memang ditemukan honorer fiktif, bukan persoalan jumlah, tapi subtansi obyeknya memenuhi unsur pidana, tinggal dihitung kerugian negara. Penyidik sudah bisa menetapkan pelakunya sebagai tersangka. Jika akumulasi jumlah Honorer itu banyak maka perlu dikembangkan penyelidikannya, sebab bukan tidak mungkin melibatkan banyak orang. “Substansi itu yang harusnya dikejar, termasuk kemana saja aliran dana dari dana honorer fiktif tersebut,” kilahnya.
Maka pemanggilan Gubernur itu bukan pemeriksaan tapi lebih pada dimintai keterangan. Dua kata yang memiliki makna dan nuansa berbeda. Kata diperiksa itu konotasinya lebih pada orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus, sementara diminta keterangan untuk memperjelas suatu aturan dan ketentuan. Sama halnya seperti ketika penyidik minta keterangan dari pakar hukum untuk keterangan saksi ahli.
Cak Ta’in menegaskan, pihaknya sangat mendukung proses hukum, apalagi dalam pemberantasan korupsi. Tapi diharapkan semua pihak tetap taat asas hukum itu sendiri. “Kita justru menyerukan untuk menuntaskan semua dugaan tindak pidana korupsi, bukan hanya berhenti pada honorer fiktif, tapi semua dugaan korupsi lainnya, ada banyak yang lainnya, termasuk jika gubernur yang terindikasi korupsi.” tegasnya. ***