Surabaya, SURYANEWS.CO.ID – Jumat (30/4/2021) sekira pukul 03.00 WIB, sebanyak 5 oknum anggota Polrestabes Surabaya dari Satuan Reserse Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya (Satresnarkoba) diciduk di sebuah hotel di kawasan Jalan Ngagel karena terlibat kasus narkoba.
Brigjen Pol Bahagia Dachi Analisa Kebijakan Utama Bidang Narkoba Bareskrim Polri mengatakan, sudah sepatutnya kelima oknum anggota polisi tersebut dihukum berat dan dipecat.
“Menurut saya udah pelanggaran berat karena sebagai aparat penegak hukum terdepan untuk mengajak masyarakat tidak menggunakan narkoba, justru menggunakan narkoba. Makanya dengan kebijakan pimpinan Polri saat ini memang harus dihukum berat dan dipecat,” katanya pada Sabtu (1/5/2021).
Seperti diketahui, Kombes Pol Jhonny Eddison Isir Kapolrestabes Surabaya mengatakan saat ini pihaknya masih mendalami dari proses penyidikan propam untuk memberikan sanksi pemecatan. Namun yang pasti, kelima oknum tersebut akan dijerat dengan Pasal 112 dan 114 Undang-Undang Narkotika, dengan sanksi 5 sampai 15 tahun penjara.
Kepada Radio Suara Surabaya, Dachi sangat menyayangkan adanya kasus ini. Apalagi, kelima oknum tersebut dari Satresnarkoba, divisi yang menjadi garda terdepan untuk mengajak masyarakat menghindari narkoba, bukannya malah ikut-ikutan terlibat barang haram tersebut. Apalagi, dua diantaranya sudah berpangkat perwira.
“Saya nggak tahu, motivasinya mereka apa. Makanya saya ambil kesimpulan, menurut saya pribadi polisi-polisi itu sampah, tidak layak jadi polisi,” tegasnya.
Apalagi, beberapa waktu yang lalu, Polri berhasil mengungkap kasus narkoba seberat 2,5 ton dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan (Lapas). Sehingga apa yang dilakukan kelima oknum polisi tersebut ia anggap sangat memalukan dan mengecewakan.
“Kemarin rilisnya Polri, mengungkap 2,5 ton narkoba, padahal belum ada seminggu. Satunya mati-matian nangkap, satunya malah pesta (narkoba). Kan ngece kalau kayak gitu itu,” kata Dachi.
Mantan Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Deputi Bidang Pemberantasan BNN itu menyebut, memang godaan uang dalam ‘lingkaran’ bisnis narkoba diakuinya sangat besar. Bahkan nilai pencucian uang dalam kasus narkoba sangat fantastis dan menggiurkan.
Coba bayangkan, 1 kilogram bisa Rp1,5 miliar. Kenapa? ya karena itu yang membuat orang tergila-gila dan menjadi penyebab kenapa narkoba ini terus terjadi,” imbuhnya.
Menurutnya, upaya yang dilakukan untuk memberantas narkoba harus simetris. Tidak hanya sanksi pemiskinan dengan menyita aset yang dimiliki, tetapi juga hukuman sosial. Dachi menyontohkan, para pelaku ini juga tidak diberikan akses komunikasi dengan bank dan membeli barang-barang diluar kemampuan untuk menambah efek jera.
Selain itu, seharusnya para pelaku yang terlibat narkoba, selain dimiskinkan, juga harus ditempatkan di tempat rehabilitas, bukan penjara. Karena faktanya, penjara menjadi ladang embuk para pengedar narkoba. Untuk itu, Polri saat ini masih menyusun peraturan yang menyangkut hal itu.
“Sekarang ini sedang dibuat suatu peraturan yang nantinya tentang keadilan restorasi, tidak lagi dihukum penjara tapi rehabilitasi. Karena di penjara itu paling banyak pengguna dan pecandu, disana mereka naik kelas, dari pengguna jadi pengedar,” paparnya.
Meski begitu, ia menegaskan tidak semua polisi ikut terlibat dalam kejahatan khususnya narkoba. Namun ia menggarisbawahi, Polri sebagai institusi negara tidak akan menutup-nutupi kasus yang melibatkan anggota Polri.
“Pimpinan-pimpinan polisi yang sekarang lebih banyak yang tidak melakukan, yang melakukan ini sampah besar. Kuncinya di proses dan jangan ditutup-tutupi kayak dulu,” katanya. (Ant/Red)