SuryaNewsBojonegoro-Kasus dugaan korupsi mobil siaga desa terus bergulir. Kejari Bojonegoro telah menetapkan 5 tersangka dalam dua pekan terakhir. Para kades juga masih mondar-mandir menjalani pemeriksaan di kejaksaan. Namun sejauh ini masih misterius bagaimana proyek tersebut muncul dan dilaksanakan.
“Proyek Mobil Siaga Desa merupakan Instruksi Bupati Anna Mu’awanah dan Sekda Nurul Azizah. Mereka menggunakan previled untuk memutuskan itu tanpa prosedur panjang,” kata Ketua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) Edy Susilo SSos kepada media Jum’at (23/8).
Menurut Edy, proses penganggaran proyek dalam APBD dimulai dari Musrenbang dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten, guna menampung aspirasi dan usulan masyarakat. Pemkab melakukan studi kelayakan, apakah usulan dan aspirasi tersebut dapat dilaksanakan. Sebab pemkab juga harus menentukan dan mendahulukan proyek-proyek strategis dan prioritas.
“Ada perjalanan panjang dalam proses anggaran APBD. Standarnya sama semua daerah. Persoalannya Kepala Daerah dan sekdanya taat aturan atau tidak. Penggunaan previled otoritas bupati itu hanya untuk proyek yang sifatnya urgent dan darurat, ada bencana misalnya. Dalam kondisi normal, semua harusnya prosedural dan patuh pada administrasi negara,” jelasnya.
Lebih lanjut Edy menekankan, proyek mobil siaga desa tidak dianggarkan pada APBD murni TA 2022, tapi muncul tiba-tiba pada APBD perubahan. Artinya tidak melalui proses Musrenbang dan didahului study kelayakan. “Itu tidak akan terjadi kalau tidak karena otoritas bupati dan sekda,” ujarnya.
APBD Perubahan setiap tahun dibahas sekira bulan September-Oktober, maka realisasi program dilaksanakan pada November-Desember. Mobil Siaga Desa sendiri realisasinya secara tuntas justru masuk tahun 2023. Itu bisa dilihat dari plat nomor polisi mobil siaga desa yang rata-rata bulan Januari-Februari 2023 atau tertulis 01 atau 02.28. Padahal pembahasan APBD perubahan seharusnya menjadi puncak realisasi program yang sudah dianggarkan dalam APBD murni, setelah dilakukan evakuasi. Tapi dalam hal anggaran mobil siaga tidak demikian, muncul tiba-tiba sebagai program baru.
Pemkab Bojonegoro menganggarkan pengadaan mobil siaga desa pada APBD perubahan TA 2022, untuk 386 desa, dengan anggaran Rp. 96,5 miliar. Sehingga masing-masing desa mendapatkan alokasi anggaran Rp. 250 juta untuk pengadaan satu unit mobil siaga. Dalam realisasinya, dealer Wuling dan Suzuki ambil inisiasi dengan menawarkan pada para kades jenis Wuling Confero dan Suzuki APV Arena. Bukan itu saja, mereka menawarkan memberikan diskon atau cashback Rp. 15-20 juta. Hal inilah yang kemudian memicu dugaan adanya suap, gratifikasi dan korupsi dalam proyek mobil siaga desa tersebut.
Proses hukum panjang itu ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan pada awal tahun 2024. Puncaknya tanggal 15 Agustus, Kejari Bojonegoro menetapkan dua orang sales bernama Ida dan brand manager PT UMC Surabaya bernama Ivi sebagai tersangka. Tanggal 19 Agustus, menyusul dua tersangka baru ditetapkan kembali, yakni Hs seorang ASN asal Magetan dan IK seorang brand manager PT UMC Bojonegoro, dan terakhir tanggal 20 Agustus, kembali ditetapkan tersangka yakni AW yang merupakan kades Wotan Kecamatan Sumberrejo Bojonegoro.
Mereka semua bukan penyelenggara negara, padahal ketika dalam pelaksanaan bermasalah hukum, maka seharusnya yang bertanggung jawab pertama ya mengajukan dan memerintahkan munculnya proyek mobil siaga desa tersebut. Dan kalau dalam proses pengadaan muncul dugaan gratifikasi atau korupsi, maka prosesnya tetap saja harus dari atas ke bawah, sebagaimana proses anggarannya muncul.
“Untuk itu, sangat wajar, kita terus mendesak penyidik kejaksaan untuk memanggil dan memeriksa Anna Mu’awanah dan Nurul Azizah dalam proyek pengadaan mobil siaga desa tersebut. Apa susahnya coba, Anna Mu’awanah sudah tidak menjabat bupati sehingga tidak perlu ijin Mendagri, apalagi untuk memeriksa Nurul Azizah sebagai kuasa pengguna anggaran,” pungkas Edy. ***