SuryaNews Batam-Ketua LSM Kodat86, Cak Ta’in Komari mengingatkan kandidat calon Walikota Batam tidak melakukan jual beli kebijakan kepada pengusaha untuk mendapatkan pendanaan politik. Tentu pemberian dana tidak ada yang gratis. Bentuknya pinjaman kalau kalah, dan kalau menang dikonversi dengan kebijakan.
“Penyelenggara negara yang menjanjikan akan melakukan berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Di dalamnya terjadi Jual beli kebijakan dari proses sebelum pemilihan itu masuk kategori korupsi,” kata Cak Ta’in kepada media Senin (5/8).
Cak Ta’in mengingatkan hal itu, karena kabar dan informasi yang sampai pada dirinya sangat layak dipercaya. Kemungkinan dan potensi itu sangat besar terjadi. Mengingat kandidat yang tidak memiliki dana mandiri dan adanya kebijakan yang berpotensi diperjualbelikan. Bantuan donatur hampir semuanya melakukan perjanjian tertulis, kecuali dana-dana kecil. “Pesan ini bukan hanya untuk kandidat, tapi pihak pengusaha yang bakal memberikan dana. Kategorinya masuk gratifikasi dan suap menyuap, karena ada komitmen akan melakukan atau tidak melakukan suatu kebijakan,” ujarnya.
Menurut Cak Ta’in, pihaknya sedang memantau setiap pergerakan pencarian pendanaan yang dilakukan para kandidat, dan jika berpotensi dilakukan kita segera laporkan ke KPK. “Syukur bisa di-OTT. Kalau tidak ya nanti saatnya sudah menjabat akan kelihatan ada tidaknya kebijakan kontroversial yang berpihak dan menguntungkan pengusaha tertentu,” harapnya.
Beberapa kebijakan yang berpotensi diperjualbelikan yakni pengelolaan kawasan, alokasi lahan dan pelabuhan internasional. “Kita sedang mengawasi semua pergerakan politik, terutama penghimpunan pendanaan. Termasuk jika ada pejabat ASN yang bakal turut investasi untuk janji jabatan jika kandidat yang dibantu bakal menang. Sebab ada juga pengusaha yang kepentingannya tidak terakomodir oleh kepemimpinan saat ini, potensi bermain pada pilkada kali ini,” tegas mantan jurnalis itu.
Lebih lanjut Cak Ta’in menegaskan, jika Pilwako Batam harus calon tunggal melawan kotak kosong, bukan berarti otomatis menang. UU pilkada mensyaratkan harus menang di atas 50 persen. Dia juga mencontohkan Pilwako Makasar tahun 2018, calon tunggal kalah melawan kotak kosong yang dapat 56 suara pemilih. Kondisi itu juga bisa saja terjadi di Batam nantinya. “Tapi kami melihat pada last minute ada potensi beberapa partai yang berubah haluan,” kilahnya.
Pilkada dengan calon tunggal, lanjut Cak Ta’in, hakikatnya merusak demokrasi. Gerakan calon tunggal itu simultan, massif dan terorganisir. Hampir semua partai terkendali oleh partai penguasa. Jika demikian mengapa tidak ditunjuk saja, tidak perlu pilkada biar tidak menghabiskan uang negara. Hapus otonomi daerah.
“Tapi kami tetap fokus mengawasi adanya potensi transaksi jual beli kebijakan. Infonya sudah A1, bargaining sudah mengerucut. Angkanya juga cukup fantastis. Apalagi ada isu miring soal rekomendasi partai dikasih mahar cek kosong. Tentu membuat kandidat lebih ngebet untuk mendapatkan donatur, setidaknya menyelesaikan administrasi politik, jika tidak partai-partai bisa ada yang berlarian nanti,” tambahnya.***