Oleh: Candra Ibrahim *)
SuryaNews Batam -BAGAI petir di siang bolong, pemerintah pusat mengemukakan wacana untuk memangkas jumlah bandara internasional di Tanah Air. Tidak tanggung-tanggung, Menteri Erick Thohir menyatakan, dari 32 bandara internasional akan diciutkan menjadi 15 saja.
Lalu, bagaimana dengan nasib Bandara Internasional Hang Nadim Batam dan Bandara Raja Haji Fisabilillah di Tanjungpinang? Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengakui akan mempertahankan status kedua bandara tersebut. Begitu pula politisi Partai Nasdem di DPRD Kepri Bobby Jayanto.
Khusus Hang Nadim, nampaknya perlu dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah pusat. Sebab, bandara yang memiliki landasan pacu terpanjang di Indonesia itu (4,025 meter) mampu menampung 6 juta penumpang. Datang dan pergi, transit maupun tujuan akhir (final destination).
Namun, disinyalir oleh Menteri BUMN, untuk pariwisata, rata-rata bandara internasional di Indonesia hanya melayani 30 asing dan 70 lokal. Padahal, menurutnya, idealnya, untuk memacu sektor wisata, angka tersebut harusnya dibalik.
Akan tetapi, pemerintah pusat harus mempertimbangkan usaha keras BP Batam yang telah memulai pengembangan Hang Nadim. Terminal 2 yang akan meningkatkan kapasitas menjadi 20 juta penumpang pertahun secara total, patut menjadi alasan untuk mempertahankan Hang Nadim sebagai bandara internasional.
Selain itu, rencana pengelola Hang Nadim untuk membuka empat rute penerbangan dari dan ke luar negeri pada tahun ini, pun harus dipertimbangkan oleh pemerintah pusat. Saingan Batam bukan hanya Jakarta atau Surabaya atau Medan, namun negeraa tetangga Singapura. Secara lokasi, letak Changi dengan Hang Nadim hanya “sepelemparan tombak”.
Dengan kata lain, jangan sampai kerja BP Batam sejauh ini malah menjadi setback. Ini juga menyangkut kepastian investasi. Biaya besar yang disiapkan untuk pembangunan Terminal 2 dan turunannya akan menjadi sia-sia. Sebab, kalau hanya untuk melayani rute domestik, belum perlulah membangun terminal baru.
Sebagaimana diketahui, total investasi yang dikembangkan oleh PT Bandara Internasional Batam (BIB) hingga 2046 di Hang Nadim mencapai Rp6,9 triliun, kerjasama konsorsium PT Angkasa Pura, Incheon Internasional Airport Cooporiation, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Alasan lain mengapa status internasional Bandara Hang Nadim sangat layak dipertahankan adalah di lokasi itu kini telah dikembangkan sebagai maintainance, repair, and overhaul (MRO) Lion Group, dan akan menyusul Garuda.
Jika seluruh kerja strategis itu kelak tuntas, akan banyak multiplier effect secara ekonomi dan beragam lapangan kerja baru akan tercipta. Ini akan semakin memperkokoh posisi Batam sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional, regional, provinsi, serta kabupaten/kota sekitarnya.
Kerja keras lain yang sedang dilakukan oleh BP Batam untuk menunjang pengembangan dan peningkatan kelas Hang Nadim adalah dengan melebarkan jalan raya dari dan menuju bandara dari 2 lajur menjadi 5 lajur. Kanan dan kiri menjadi 10 lajur. Kepala BP Batam Haji Muhammad Rudi punya mimpi agar pelebaran jalan itu kelak dapat mendukung peningkatan bandara.
Alasan lain, sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), Batam memerlukan bandara internasional nan modern dan supported. Rencana mengembangkan Hang Nadim sebagai hub logistik internasional, mau tak mau harus melekat status internasional pada dirinya.
Akhirul kalam, melihat berbagai fasilitas pendukung dan situasi lapangan, kita yakin bahwa pemerintah pusat tidak akan gegabah untuk menurunkan status Hang Nadim dari internasional menjadi bandara nasional. Terlalu mahal biaya yang dikorbankan jika Hang Nadim harus turun kelas. *
*) Penulis adalah peminat ekonomi dan pegiat media.