Harga Minyak Dunia Turun, Kenapa Harga BBM Belum Turun?

0
378

Jakarta, Suryanews.co.id-Indonesia – Banyak pihak yang meminta agar anjloknya harga minyak dunia disikapi dengan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Eks Gubernur OPEC untuk Indonesia sekaligus praktisi migas Widyawan Prawira Atmaja menjabarkan memang ada kaitannya antara harga minyak mentah yang rendah dengan BBM. Dalam hal ini, kata Widyawan, konteks yang ia maksud adalah harga minyak jenis WTI.

“Penurunan harga minyak mentah dan penyesuaiannya di BBM tidak serta merta dan tidak langsung 1:1. BBM ada demand dan supplynya masing-masing,” ungkapnya, Kamis, (23/04/2020).

Widyawan mencontohkan, misalnya saja harga avtur pasti lebih tertekan dibanding harga gasoline atau bensin biasa. Kemudian harga gasoline lebih tertekan dari harga gasoil atau solar. Sebabnya adalah pengaruh demand yang berbeda.

Ia menegaskan, dalam konteks di Indonesia, harga minyak mentah yang berpengaruh adalah Brent bukan WTI. Minyak jenis WTI hanya mencerminkan pasar di Amerika Serikat saja. “Brent masih relatif jauh lebih tinggi dari WTI,” ungkapnya.

Faktor yang mempengaruhi harga BBM Indonesia lainnya adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar. Semakin lemah rupiah maka harga BBM secara teoritis menjadi lebih mahal dalam rupiah.

Sebelumnya Widyawan pernah menyampaikan jika sebaiknya harga bensin premium jangan diturunkan. Pertama, karena ketidakpastian masih sangat tinggi. Kedua, selama ini premium disubsidi, sehingga menjadi beban APBN.

Dalam kondisi ekonomi sulit akibat Covid-19 ini, menurutnya pemerintah bisa sedikit bernafas tanpa beban subsidi BBM karena dana yang ada bisa digeser atau dimanfaatkan ke program jaring sosial yang langsung ke masyarakat miskin.

“Dalam rangka menanggulangi dampak pandemi Covid-19,” jelasnya.

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) buka-bukaan soal alasannya belum menurunkan harga BBM. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan pertimbangan pertama adalah harga BBM saat ini ditentukan oleh formula yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM. Pertamina, sebagai BUMN akan mengikuti ketetapan pemerintah.

Pertimbangan kedua yakni peran Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) punya kewajiban membeli minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang beroperasi dalam negeri.Tujuannya untuk menekan defisit migas yang jadi perhatian Presiden Joko Widodo sejak tahun lalu. Sayangnya, saat ini harga minyak yang dibeli dari KKKS dalam negeri tidak semurah jika Pertamina impor.

“Kami prioritaskan crude dari dalam negeri, yang kebutuhannya mencapai 40%. Kalau kami putuskan impor saja, ini KKKS akan berhenti semua, jadi ini ekosistem,” kata Nicke.

Ketiga, peran Pertamina sebagai BUMN tidak bisa beraksi seperti trader. Bagi perusahaan biasa tentu akan memilih stop operasi kilang dan hulu, dan mengambil opsi impor yang lebih murah. “Sebagai BUMN kami tidak bisa setop operasi kilang dan hulu kami,” jelasnya.

Lalu dari sisi hilir Pertamina juga sedang babak belur. Penjualan saat ini sudah anjlok hingga 24%. Dampak dari upaya pemerintah mencegah perluasan Covid-19 melalui PSBB dan sosial distancing.

Nicke menjelaskan dari sisi harga, untuk kawasan regional ASEAN, BBM di Indonesia masih cukup murah. Hanya kalah dengan Malaysia, tapi perlu dicatat Malaysia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang produksinya aman dan tergabung OPEC. (CNBC/Red)