SuryaNews Batam-Ketua LSM Kodat86, Ta’in Komari meminta aparat penegak hukum (APH) baik itu Ditkrimsus Polda Kepri, Aspidsus Kejati Kepri, Tipikor Mabes Polri, JAM Pidsus Kejagung, atau KPK untuk memeriksa dan memproses hukum pelaksanaan proyek infrastruktur SMA dan SMK Negeri se-Kepri, berasal dana DAK maupun Alokasi pendidikan APBD Kepri TA 2022 yang dilaksanakan oleh Komite Sekolah. “Pelaksanaan proyek infrastruktur oleh Komite Sekolah itu jelas salah prosedur,” kata Cak Ta’in, panggilan akrab mantan wartawan dan dosen tersebut kepada media Jum’at (24/11)
Cak Ta’in menduga ada agenda tersembunyi dari Disdik Provinsi Kepri terkait pelaksanaan proyek infrastruktur sekolah berupa Ruang Kelas Baru (RKB), ruang pertemuan, kantor, perpustakaan dan lainnya.”Tidak ada tupoksi Komite Sekolah melakukan pembangunan infrastruktur sekolah, bahkan ketika berasal dari uang sumbangan wali murid sekalipun,” tegasnya.
Untuk itu, Cak Ta’in menekankan aparat penegak hukum untuk menyelidiki proyek-proyek tersebut. LHP BPK RI Perwakilan Kepri pasti sudah keluar dan bisa dilakukan audit investigatif dan lapangan. “Secara prosedur sudah melanggar aturan. Komite Sekolah itu bukan badan hukum usaha yang bisa melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur maupun pengadaan barang lainnya,” paparnya.
Lebih lanjut Cak Ta’in menjelaskan, ketika prosedur dilanggar hanya ada dua kemungkinan, karena situasional atau ada agenda tersembunyi. Tidak mungkin Komite Sekolah mau berada digaris terdepan kalau tidak ada keuntungan secara personal bagi ketua dan pengurus lainnya. Sementara faktanya pelaksanaan pembangunan proyek sebagian disubtitusikan kepada perusahaan kontruksi.
Maka itu, Cak Ta’in melihat ada indikasi korupsi tersistem dalam pelaksanaan proyek infrastruktur sekolah SMA dan SMK Negeri tersebut. “Ini pola tersistem dan terstruktur, informasinya ada instruksi dan arahan dari pimpinan dinas atau bahkan di atasnya. Karena pola pelaksanaannya seragam, ” urainya.
Aktivis yang dikenal vokal dan kritis itu juga mengingatkan kepada APH agar LHP BPK dijadikan acuan tapi cukup menjadi referensi, tapi secara umum perlu audit investigatif dan lapangan. ” Nilai proyek itu satu lokal saja sekitar Rp. 275-300 juta. Artinya proyek itu seharusnya dilelang. Masing-masing sekolah besaran anggaran bervariasi ada yang Rp. 3 – 5 miliar bahkan di atas 7 miliar, tapi sengaja dipecah-pecah proyeknya, tapi nilainya di atas aturan boleh dilakukan penunjukan langsung,” papar Cak Ta’in.
Kodat86 siap melaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum jika diperlukan, tetapi ditegaskan bahwa aparat bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa harus ada laporan dari LSM ataupun masyarakat. “Kalau tidak ada pergerakan aparat, nanti kita akan buat laporan secara langsung. Kita lagi inventarisir datanya. Sekolah mana saja yang mendapatkan proyek insfratruktur tahun 2022 itu dan apakah semua dilaksanakan oleh Komite Sekolah.” tambah Cak Ta’in.***