SuryaNews BatamKetua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) Edy Susilo SSos menilai tuntutan JPU dan putusan hakim PN Batam sudah tepat, bahkan ada yang terlalu berat. Misalnya yang menimpah Yulianti binti Marhan.
Perkara nomor 786/Pid.Sus/2023/PN.Btm dituntut JPU 1,5 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun Putusan Hakim lebih berat dengan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Yulianti dinyatakan bersalah melanggar Pasal 81 jo Pasal 69 UU No.18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), diubah dengan UU No.6 tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Yulianti ditangkap polisi dengan tuduhan menampung 6 orang calon PMI ilegal, yang merupakan kerjasama dengan rekannya bernama Fahmi. Keenam calon PMI telah menyetor masing-masing Rp. 16 juta melalui transfer ke rekening BNI atas nama suami Yulianti, Farid Fuadi. Calon PMI itu mau dikirim bekerja di Kamboja.
“JPU pasti punya alasan kuat menuntut rendah Yulianti. Berdasarkan pengakuan wanita itu tidak tahu apa-apa ketika ditahan polisi dengan tuduhan menampung PMI.” jelas Edy kepada media (13/1).
Menurut Edy, ada prinsip dalam peradilan ” Lebih baik melepaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang tidak bersalah”. Artinya ada pertanggungjawaban moral di depan manusia bahkan di depan Tuhan atas sebuah kesalahan besar ketika menghukum seseorang yang tidak bersalah.
“Prinsip itu seiring dengan rasa kemanusiaan dan etika yang perlu dijunjung setiap penegak hukum. Karena jika faktanya Yulianti tidak terlibat dalam kasus itu kemudian dihukum, maka siapapun yang terlibat termasuk orang-orang yang dzolim,” tegasnya
Lebih lanjut Edy menekankan, melihat kondisi kehidupan Yulianti binti Marhan yang tidak memiliki apa-apa. Tidak memiliki rumah, bahkan harus indekost bersama anak dan suaminya yang pekerja harian. Yulianti sendiri saat ditahan dalam kondisi hamil, saat ini usia kehamilan memasuki bulan ketujuh.
“Suaminya sekarang tidak bisa bekerja, karena harus mengurus anaknya yang masih balita. Tidak punya sanak saudara di Batam. Kalau dia menerima duit 16 juta seorang dikali 6 itu sudah sangat besar buat mereka. Tapi kehidupannya kenapa terlunta-lunta.” tanya Edy.
Maka itu, lanjut Edy, kita tidak bisa menjustifikasi jaksa melempem dalam hal ini, tetapi semata-mata dinilai ada rasa kemanusiaan yang sedang dijunjungnya. “Kami sedang mempelajari kasusnya secara lebih detail lagi, kemudian menentukan langkah apa yang harus diambil. Setidaknya sekarang yang perlu dilakukan segera membantu mereka mendapatkan sedikit kehidupan yang manusia. Sisanya nanti segera ditindaklanjuti. Sementara kita mendukung apa yang sudah dilakukan Jaksa, terkhusus kasus Yulianti.” tambah Edy.***