SuryaNewsBojonegoro-Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) merasa ada yang aneh dan lucu, atas penetapan 2 Sales Mobil dalam proyek pengadaan mobil siaga desa. Apalagi kepada mereka disangkakan Pasal 2, 3, 5 dan 11. Sementara belum ada satu perangkat desa maupun pejabat pengambil kebijakan atas proyek pengadaan mobil siaga tersebut yang ditersangkakan.
“Satu sisi kita apresiasi atas penetapan tersangkanya, tapi kok justru sales mobilnya. Padahal harapan publik, ada pejabat pengambil kebijakan atas proyek pengadaan mobil siaga desa tersebut yang menjadi tersangka.” kata Ketua Lemtaki, Edy Susilo SSos kepada media Kamis (15/8).
Menurut Edy, penyebutan jaksa kedua tersangka disangkutkan dengan Pasal 2, 3 dan 11, ini bakal menjadi sejarah ada pihak swasta dikenakan pasal tersebut seolah sebagai aktor utama. Sejauh ini baik itu melalui KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, penggunaan Pasal 2 dan 3 selalu pada pejabat negara dan pegawai negeri. “Itu ancamannya ngeri loh, hukuman penjara seumur hidup untuk pasal 2 dan bisa 20 tahun untuk pasal 3-nya,” ujarnya.
Edy menjelaskan, masalahnya ini kan bakal menjadi sejarah baru pemberantasan korupsi kepada bukan pejabat penyelenggara negara dan pegawai negeri dengan pasal 2 dan 3. Pertanyaan besarnya misalnya pasal 3, ada kalimat menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dst.
“Kalau pasal 5 nya oke itu masuk, terutama pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, tapi pasal 5 ayat (2) jelas disebutkan pegawai negeri dan penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dst. Untuk membuktikan sangkaan Pasal 5 ayat (1) melekat Pasal 5 (2). Maka siap-siaplah semua kepala desa yang menerima suap atau hadiah berupa diskon!” jelasnya.
Lebih lanjut Mahasiswa Magister Hukum Unitomo Surabaya itu menjelaskan, akar masalahnya ada pada pengambilan kebijakan yakni penyelenggara negara yang membuat program, menganggarkan lalu melelangnya. Tentu semua penyedia barang akan melihat peluang untuk bisa mendapatkan proyek tersebut karena dianggap memberikan keuntungan.
“Akar masalahnya itu ada pada penyelenggara negara, di situ kalaupun ada penyalahgunaan kewenangan karena jabatan melekat padanya. Mestinya mereka yang jadi tersangka. Meskipun juga dalam pengembangan pasal-pasal yang ditersangkakan pada 2 orang tersebut juga bisa berubah, pasal 13 misalnya. Tapi bagaimanapun kita hormati dan apresiasi kerja penyidik meski patut dikoreksi,” urainya.
Pengadaan mobil siaga desa diprogramkan dan dianggarkan pada APBD Perubahan TA 2022 senilai Rp. 96 miliar untuk 386 desa. Mulai pertengahan tahun 2023, terhembus kabar semua kepala desa yang mendapat program mobil siaga desa menerima diskon atau cashback dari dealer mobil. Besarannya sekitar Rp.15 juta perorang.
Hampir kepala desa menjalani pemeriksaan di Kejari Bojonegoro bolak-balik, kemudian mereka beramai-ramai menyerahkan mobil dan mengembalikan uang cashback yang mereka terima. Kabarnya jumlah total mencapai Rp. 3,6 miliar.
Dua bulan lalu, Kejari Bojonegoro meningkatkan status kasus mobil siaga desa menjadi penyidikan. Beberapa pejabat sudah diperiksa, termasuk kepala Bapeda dll. Hari ini cukup mengejutkan publik ketika Kejari mengumumkan tersangka bukan dari pejabat Pemkab Bojonegoro,tapi justru pihak dealer Sales dan Manager.
“Kita lihat saja perkembangannya bakal seperti apa. Nasib para kades dan pejabatnya, karena kasus ini saling terkait. Kita hormati dan kita apresiasi kinerja penyidik kejaksaan,” tegasnya.
Untuk itu juga, saran Edy, kepada 2 tersangka yang sudah ditetapkan Kejari Bojonegoro sebaiknya mencari pengacara yang handal, yang paham kasus korupsi secara detail dan seluk-beluknya. Jangan sampai menjadi korban sendiri. “Kalau perlu kita rekomendasi nanti, pertarungan sesungguhnya nanti di sidang tipikor.” pungkasnya. ***