SuryaNews Jakarta-Ketua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) berharap penyidik Polda Metro Jaya mengenakan Pasal berlapis terhadap Firli Bahuri, tersangka dugaan pemerasan terhadap Mantan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL), sehingga yang bersangkutan diberikan hukuman yang seberat-beratnya. Firli Bahuri, eks Ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka 22 November 2023, namun yang bersangkutan melakukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 November. Hakim PN Jaksel menyatakan tidak menerima gugatan praperadilan tersebut dan menyatakan penetapan tersangka Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya saja secara hukum, pada sidang pembacaan putusan 19 Desember 2023.
“Penyidik Polda Metro bisa mengenakan Pasal berlapis pada Firli. Selain dugaan pemerasan, juga diduga menerima suap dan gratifikasi dalam jabatannya, termasuk kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU)” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo kepada media (4/1).
Menurut Edy, tindakan Firli selama menjabat sebagai Ketua KPK diduga tidak sekali melakukan tindakan sebagaimana yang ditersangkakan penyidik Polda, tetapi diduga berkali-kali dilakukan. Bahkan dalam sebuah informasi, pimpinan KPK itu diduga telah menghentikan sedikitnya 36 kasus korupsi di tahap penyelidikan pada Februari 2020. Firli juga tercatat beberapa kali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena melakukan dugaan pelanggaran etik sebagai pimpinan KPK.
“Hal yang memberatkan Firli ya karena yang bersangkutan adalah selaku ketua KPK, lembaga negara penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, tapi justru melakukan tindak pidana korupsi,” tegas Edy.
Lebih lanjut Edy menekankan, sebagai ketua lembaga negara KPK yang seharusnya menjadi terdepan dalam perang melawan korupsi, Firli justru bertindak untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Di mana KPK merupakan harapan tertinggi bagi masyarakat dalam memberantas korupsi, tapi bertindak sebaliknya. “Seharusnya memberi contoh tauladan yang baik dalam integritas KPK. Perbuatan Firli telah mengakibatkan runtuhnya wibawa lembaga KPK,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Edy, akibat perbuatan Firli tersebut, diperlukan usaha yang sangat sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga KPK. Sementara KPK membutuhkan peran serta masyarakat memberikan informasi dan laporan akan praktek korupsi yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
“KPK tidak bisa bekerja sendiri, kemampuannya terbatas. Tetap perlu peran serta masyarakat memberikan informasi dan laporan adanya korupsi. Tapi kalau kehilangan kepercayaan publik harus bagaimana? Jadi tidak hal-hal yang akan meringankan yang nantinya dapat dipertimbangkan hakim. Penyidik Polda Metro Jaya bisa melakukan sangkaan korupsi kesatu, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya,” papar Edy.***