SuryaNews Jakarta-Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) menduga kasus dugaan pemerasan yang disangkakan kepada Ketua KPK Firli Bahuri bukan personal tapi kolektif kolegial sebagaimana kepemimpinan KPK. Ada unsur pimpinan KPK yang nampak mencoba melakukan pembelaan dan turut bermanuver terkait kasus Firli di Polda Metro Jaya dan Mantan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL) yang dikaitkan dengan berbagai kasus lainnya yang belum jelas.
“Kita baru ingat di awal Oktober, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pernah menyatakan akan memberikan supervisi terkait kasus Ketua KPK. Dan belakangan sempat mengungkit dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan tahun 2021,” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo kepada media (22/11).
Berbelit-belitnya pemeriksaan Dewas KPK terhadap Firli juga menjadi salah satu indikasi bahwa mereka sebagai pimpinan kolektif kolegial. “Artinya kalau ketua bermasalah, seluruh pimpinan bisa turut bermasalah,” ujar Edy.
Lebih lanjut Edy menekankan, seharusnya Dewas menon-aktifkan Firli sebagai Ketua KPK untuk menghindari conflict of interest baik dalam internal lembaga KPK maupun untuk kasus yang sedang dihadapi di Polda Metro Jaya. “Tidak akan mempengaruhi kinerja KPK kalau Ketuanya dinon-aktifkan demi proses hukum di Polda Metro Jaya,” tegasnya.
Manuver wakil ketua KPK, Nurul Ghufron dengan mencoba mengungkit kasus dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan RI tahun 2021 menjadi sinyal hanya manuver semata. “Pasalnya kalau laporannya saja tahun 2021, selama ini penyidik KPK kemana saja.” tanya Edy.
Apalagi, tambah Edy, pimpinan KPK itu menyatakan kasusnya baru sebatas ada laporan di Dumas KPK tahun 2021. Bahkan penetapan penyelidikan pun belum dilakukan. Tapi berita media yang tentu diduga ada sumber di KPK, sempat menyebutkan dua anggota DPR RI yang diduga terkait Partai Nasdem berinisial RM dan AA. Namun kabar itu buru-buru dibantah Nurul Ghufron, bahwa pimpinan KPK tidak pernah menyebut inisial nama siapapun, apalagi kasusnya baru sebatas laporan tahun 2021 tersebut.
“Kita minta Kapolri memberikan atensi terkait kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi Ketua KPK di Polda Metro Jaya agar segera dituntaskan. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian itu sendiri.” jelas Edy.
Edy menduga Polda Metro Jaya menerima tekanan dari banyak pihak, sehingga kasus dugaan pemerasan terhadap SYL oleh Firli. Berbagai kasus atau isu coba dikait-kaitkan dengan keberadaan Kapolda Metro Jaya Irjend Pol Karyoto, yang pernah menjabat Deputy Penindakan KPK. “Polda Metro Jaya harus tegas. Menuntaskan kasus ini memang diperlukan keberanian ekstra. Kapolda tidak bisa sendiri, perlu dukungan dari seluruh jajarannya dan pimpinan di atasnya. Apalagi kalau ternyata memang ini menyangkut persoalan lembaga hukum karena bukan personal tapi kolektif kolegial,” tambah Edy.***