SuryaNews Bojonegoro-Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) minta Kejari Bojonegoro mengumumkan tersangka pengadaan mobil siaga desa 2022. Selain itu, Kejaksaan bisa menjemput paksa dealer Suzuki terkait pengadaan mobil siaga desa di Bojonegoro TA 2022 yang mangkir dari panggilan beberapa kali.
Dalam pembelian mobil tersebut, dealer Suzuki memberikan suap dan gratifikasi berupa potongan harga alias diskon sekitar Rp. 15 juta setiap mobilnya. Kejaksaan juga sudah menemukan selisih yang cukup besar antara harga off the road dengan on the road. Di mana kendaraan operasional pemerintah bisa tidak dikenakan pajak PPN atau PPnBM.
“Ketika kasus sudah naik status dari penyelidikan ke penyidikan, maka sesungguhnya penegak hukum sudah mengantongi tersangka. Maka umumkan saja. Selain itu, Kajari punya otoritas menjemput paksa siapa saja yang terkait tindak pidana, maka jemput paksa saja dealer Suzuki sebagai terduga pemberi gratifikasi kepada para kades. ” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo kepada media (27/1)
Menurut Edy, melihat dari delik kasusnya dan hasil perkembangan penyelidikan kejaksaan, kasus pengadaan mobil siaga desa itu sudah memenuhi unsur pidana korupsi dan patut dinaikkan statusnya ke penyidikan. Terkait sikap dealer Suzuki yang tidak kooperatif itu justru memperkuat dugaan tindak pidana korupsi dalam transaksi jual beli mobil jenis APV tersebut, aparat kejaksaan bisa menjemput paksa.
“Masalah terbesarnya justru karena iming-iming pemberian diskon kepada kepala desa itu – karena mobil untuk kepentingan pemerintahan maka jadinya termasuk gratifikasi, karena pemberian itu mempengaruhi pembelian kendaraan jenis Suzuki APV yang dilakukan hampir semua kepala desa,” ujarnya.
Tetapi ketika kejaksaan mengatakan ada selisih harga dari off the road dan on the road, itu menjadi lebih menarik. Harga on the road mobil APV Arena sekitar Rp. 218 juta, sementara of the road hanya sekitar Rp. 114 juta. Pengadaan mobil siaga sebanyak 419 desa melalui dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) TA 2022 itu disediakan anggaran sekitar Rp. 103.750.000.000,- Anggaran yang direalisasikan di akhir tahun 2022 itu dianggarkan melalui APBD Perubahan Bojonegoro tahun 2022, dengan alokasi masing-masing desa sebesar Rp. 250 juta. Tetapi dalam proses pengadaan mobil siaga yang mayoritas mengambil mobil merek Suzuki APV GX seharga Rp. 218,5 juta, tersebar bau tidak sedap, bahwa masing-masing kepada desa mendapatkan dana cashback sebesar Rp. 15 juta atas pembelian kendaraan tersebut.
“Penerimaan cashback oleh para kades itu termasuk gratifikasi. Gratifikasi merupakan bentuk tidak korupsi. Yang paling bertanggung jawab tentu dealer mobil karena iming-iming gratifikasi itu yang membuat para kades membeli mobil di situ. Untuk itu, kita minta kejaksaan memproses hukum atas penerimaan gratifikasi tersebut.” jelas Edy.
Mahasiswa Master Hukum Unitomo Surabaya itu menjelaskan, ada tiga poin yang perlu diperhatikan secara seksama yakni pertama harga mobil yang dibeli, maka sisa anggaran harus kembali disetor ke kas daerah; kedua penerimaan cashback kepada kepala desa sebagai bentuk gratifikasi; pemberi gratifikasi yakni dealer mobil Suzuki.
Untuk itu, Edy mendesak Kejaksaan Negeri Bojonegoro untuk segera mengumumkan tersangka, menjemput paksa siapa saja yang tidak kooperatif, karena kasus sudah naik pada status penyidikan. “Memang ini korupsi berjama’ah karena hampir semua kepala desa menerimanya. Tapi tindakan itu lebih dipengaruhi oleh dealer Suzuki karena pemberian gratifikasi tersebut, maka dealer Suzuki yang paling bertanggungjawab. Ada istilah pengesampingan pihak, tapi diwajibkan mengembalikan dana gratifikasi yang diterima tersebut. Itu nanti rananya jaksa dan hakim untuk mempertimbangkan dan memutuskan,” paparnya.
Edy menekankan bahwa penerimaan cashback pembelian mobil siaga oleh para kades itu jelas melanggar Pasal 12a atau Pasal 12b UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ancaman hukumannya lumayan kalau penerimaan itu masuk kategori pelanggaran pasal 12a dan 12b. Minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” jelas Edy.
Pasal 12a dan 12b hampir senada bunyinya yang intinya ‘pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;’
“Gratifikasi tersebut menurut saya sudah masuk kategori korupsi karena unsurnya sudah memenuhi; kades itu bagian penyelenggara negara, menerima hadiah atau gratifikasi, hadiah atau gratifikasi tersebut diberikan terkait dengan pengadaan mobil siaga, dan patut diduga karena kades melakukan pembelian mobil tersebut. Saya pikir tidak ada alasan kejaksaan tidak memproses cashback pembelian mobil siapa 2022 oleh para kades tersebut. Kalau dealer nya gak kooperatif ya jemput paksa saja dan langsung tahan saja,” tegas Edy. ***