Lemtaki Minta KPK Bongkar Mafia Tambang Nikel ‘Blok Medan’ di Maluku Utara

0
55

 

SuryaNewsJakarta-Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) minta KPK membongkar tuntas mafia tambang nikel ‘Blok Medan’ di Maluku Utara. ‘Blok Medan’ merupakan sebutan kepemilikan tambang milik Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu. Keduanya mencuat teriring persidangan mantan Gubernur Maluku Utama Abdul Gani Kasuba (AGK) bahkan diteriakin keluarga AGK pada sidang tuntutan pekan lalu.

“Seharusnya KPK terbuka dalam pengusutan kasus tambang terkait AGK, semua yang diduga terlibat mesti dibongkar tuntas,” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo SSos kepada media, Selasa (27/8).

Menurut Edy, pernyataan saksi Muhaimin Syarif yang juga tersangka dalam hal kasus AGK, menyebutkan bersama anak AGK, Nazla Kasuba merupakan pemegang saham utama PT. Prisma Lestari, perusahaan tambang nikel di Weda Tengah, Halmahera Tengah. Perusahaan tersebut menambang di lahan seluas 1.229 hektar berdasarkan SK Bupati Halmahera tahun 2008, AGK. Mereka melakukan pertemuan dg Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu di Medan, yang kemudian kelompok tambang ini disebut ‘Blok Medan’ .

“Jika alokasi lahan tambang bermasalah, termasuk sudah ditersangkakan Muhaimin Syarif, maka perlu dibongkar tuntas. KPK mestinya tidak perlu menunggu dan harus transparan dalam hal ini. Jangan ada kesan ditutup-tutupi.” terangnya .

Lebih lanjut Edy menekankan, KPK juga perlu mengklarifikasi kebenaran informasi pihaknya telah melakukan penggeledahan dan penyitaan dokumen dari rumah Bobby Nasution pada pekan lalu. “Seharusnya KPK tidak membiarkan informasi liar tanpa kejelasan. Karena itu bisa menimbulkan asumsi macam-macam. Terutama KPK akan dipandang diskriminatif dan tebang pilih,” ujarnya.

AGK terkena OTT KPK pada 18 Desember 2023, bersama anaknya Nurul Izzah. AGK didakwa menerima suap Rp. 5 miliar, gratifikasi Rp. 99,8 miliar dan 60 ribu dolar AS. Kasus itu telah menyeret banyak orang yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut Adnan Hasanuddin (AH), Kadis PUPR Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Malut Ridwan Arsan (RA), ajudan Gubernur Ramadhan Ibrahim (RI) serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).

ST, AH, DI dan KW dianggap sebagai pemberi suap dan gratifikasi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 UU No.31 tahun 1999 Jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. AGK, RI dan RA dianggap sebagai penerima disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor.

Kasus ini menarik perhatian publik karena uang hasil suap dan gratifikasi AGK mengalir kepada mahasiswi cantik kedokteran di Malang, pramugari dan lainnya. Semua berawal perkenankan AGK di pesawat dengan mahasiswi maupun pramugari tersebut.

KPK telah menjerat AGK sebagai tersangka suap proyek dan perijinan di Pemprov Malut. Tak hanya itu, AGK juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Selain AGK, KPK juga menjerat Muhaimin Syarif sebagai tersangka suap perijinan dan proyek.

Muhaimin Syarif adalah mantan Ketua DPD Gerindra Malut diduga menyuap AGK sebesar Rp. 7 miliar untuk pengurusan ijin dan proyek di lingkungan Pemprov Malut. Suap tersebut terkait proyek di Dinas PUPR, pengurusan IUP, pengurusan penetapan WIUP ke Kementerian ESDM dan lainnya. Dalam keterangannya, Muhaimin Syarif menyebut Blok Medan sebagai pengelola tambang nikel di Weda Tengah Halmahera.

“Seharusnya KPK terbuka dan transparan, apakah memang anak dan menantu orang nomor satu itu terlibat tambang nikel di Malut atau tidak. Jangan membangun asumsi yang liar tanpa ada kejelasan. Ini semua KPK yang mulai dan harus diakhiri secara tuntas,” pungkas Edy. ***