‘
SuryaNews Jakarta -Ketua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) Edy Susilo menyayangkan pernyataan pakar hukum Yusril Ihza Mahendra yang minta Kapolda dan penyidik Polda Metro Jaya untuk menghentikan atau SP3 kasus dugaan pemerasan oleh Firli Bahuri (Ketua KPK Non-aktif). Yusril menilai Polda Metro Jaya tidak memiliki bukti yang cukup untuk mentersangkakan Firli dalam dugaan pemerasan terhadap Mantan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL).
“Pernyataan Yusril itu tendensius dan tidak etis. Kapasitas dia apa menilai Polda Metro tidak memiliki bukti yang cukup. Bahkan status tersangka Firli sudah dilakukan praperadilan di PN Jaksel, Hakim menyatakan penetapan tersangka Firli sah secara hukum,Unruk itu saya Minta Kapolda Metro Jaya Untuk Menahan Firli Bahuri Hari Ini ,” kata Edy kepada media (27/12).
Menurut Edy, pernyataan Yusril Ihza Mahendra sebagai pakar hukum dapat menyesatkan opini publik. Sebab dia merupakan publik figur dan pendapatnya sering dijadikan referensi dalam putusan-putusan hukum. “Jangan pula ada stigma seolah apapun yang dikatakan Yusril dianggap benar, maka kita perlu koreksi,” ujarnya.
Edy mempertanyakan kapasitas Yusril Ihza Mahendra dalam kasus Firli Bahuri itu sebagai apa? Pengacara bukan, kalau sebagai ahli hukum tentu pernyataan perlu disampaikan forum resmi, dan itu disampaikan dengan pernyataan subyektif sebagai saksi ahli pada sidang praperadilan Firli Bahuri di PN Jaksel pada 14 Desember 2023. Kemudian secara keseluruhan gugatan praperadilan Firli Bahuri diputuskan tidak diterima.
“Secara hukum betul itu bukan menolak pokok gugatan. Tapi bagaimana hakim memutuskan pokok gugatan kalau materi gugatan tidak subtansial. Poin terpenting dalam putusan itu, Hakim menyatakan penetapan tersangka Firli Bahuri dalam dugaan pemerasan terhadap SYL dinyatakan sah.” Jelas Edy.
Lebih lanjut Edy menekankan, persoalan besar bangsa Indonesia saat ini adalah menjaga etika. Kapasitas Yusril dalam pendapat-pendapat hukum sudah diakui publik memiliki nilai intelektual, akademik dan rasional yang tinggi. Tapi justru itu, disayangkan ketika Yusril membuat pernyataan yang bersifat tendensius dan tidak etis. “Yusril itu pakar, yang setiap pendapatnya bisa dijadikan referensi bagi siapapun. Mesti dia menjaga nilai etika di atas segalanya, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Edy menilai Yusril tidak memiliki kompetensi apapun dalam kasus Firli Bahuri, kecuali kalau yang ditunjuk sebagai pengacaranya. Sehingga menyerang Kapolda dan penyidik Polda Metro Jaya dengan pernyataan bahwa penetapan tersangka Firli tidak cukup bukti sebagai upaya membangun stigma merendahkan lembaga penegak hukum, institusi kepolisian secara keseluruhan. “Irjen Karyoto itu bekerja atas nama lembaga penegak hukum Kepolisian. Pernyataan Yusril mengesankan kinerja Kapolda dan penyidiknya tidak profesional. Ini bisa merusak stigma.” urainya.
Edy juga menegaskan terkait posisi Firli Bahuri sebagai Ketua Lembaga Tinggi Negara, instusi penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, justru akan tegak kembali ketika penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalamnya diproses, kemudian dilakukan pembenahan secara keseluruhan. “Justru karena pimpinan KPK yang melakukan itu merusak citra lembaga, dan itu harus dibersihkan. Bukan sebaliknya dibela.” tandas Edy.
Untuk itu, Edy menyarankan agar penyidik Polda Metro Jaya tetap fokus untuk menuntaskan dugaan pemerasan Firli Bahuri secara luas dan mendalam. Termasuk kemungkinan-kemungkinan adanya tindak pidana korupsi lainnya, seperti suap dan gratifikasi. ” Aneh saja kalau pakar hukum tidak mendukung proses hukum, tapi justru sebaliknya,” tambahnya.
Firli Bahuri dilaporkan seseorang terkait dugaan pemerasan ke Polda Metro Jaya sekitar 12 Agustus. Setelah pengembangan kasus dan melakukan gelar perkara pada 6 Oktober, penyidik menaikan status penyidikan dan menerbitkan SPDP. Penyidik Polda bersama KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan di beberapa rumah Firli Bahuri atas ijin Pengadilan Negeri pada 23 Oktober.
Gelar perkara penyidik Polda Metro Jaya pada 22 November, berkesimpulan alat bukti cukup dan mengumumkan status Firli Bahuri sebagai tersangka dalam dugaan pemerasan terhadap SYL. Pada 24 November Firli dan tim pengacara mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana digelar pada 12 Desember dan putusan hakim dibacakan pada 19 Desember, dengan amar gugatan tidak diterima dan menyatakan penetapan tersangka Firli Bahuri sah secara hukum.
Belakangan Firli mengajukan pengunduran diri sebagai Ketua KPK kepada Presiden RI, namun hingga kini belum ada putusan istana terkait itu. Firli juga tercatat mangkir dari pemeriksaan penyidik di Bareskrim pekan lalu dengan alasan akan menghadiri sidak etik Dewas KPK. Dikabarkan Firli akan menghadiri pemeriksaan penyidik di Bareskrim hari ini. ***