SuryaNews Jakarta -Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) melaporkan secara resmi dugaan penyalahgunaan dokumen rahasia KPK untuk kepentingan praperadilan Firli Bahuri di PN Jakarta Selatan. Dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan kasus OTT KPK terhadap pejabat DJKA Kemenhub itu digunakan sebagai bukti gugatan praperadilan Tim Pengacara Firli Bahuri.
“Kami telah membuat LP ke Polda Metro Jaya pada Senin, 18 Desember sore kemarin, ” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo kepada media (19/12).
Menurut Edy, memasukkan dan membawa dokumen rahasia negara justru bisa dijerat pidana jika yang bersangkutan tidak kapasitas di dalamnya. Termasuk penilaian apakah dokumen itu bagian yang dirahasiakan atau boleh dilihat dan miliki publik. “Kita minta penyidik Polda Metro memeriksa orang yang menggunakan dokumen KPK tersebut. Ada indikasi menyalahi ketentuan perundangan dan penyalahgunaan kewenangan atau jabatan. Termasuk orang yang memberikan akses pemberian dokumen tersebut digunakan di luar lembaga perlu diperiksa nantinya.” jelas Edy.
Lebih lanjut Edy menekanka, dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan lembaga hukum termasuk yang dikecualikan untuk dibuka ke publik, sebagaimana dokumen DKJA terkait OTT pejabat yang merupakan dokumen internal KPK. Firli meskipun Ketua KPK non-aktif, apakah berhak membawa dokumen tersebut keluar dari gedung Merah Putih? Kapasitas Firli sendiri dalam praperadilan itu adalah personal bukan atas nama lembaga. “Jadi penggunaan dokumen lembaga bukan tidak mungkin jadi temuan pelanggaran etik bahkan pidana,” jelas Edy.
Lebih lanjut Edy menekankan, adanya dugaan pelanggaran dengan membawa dan memasukkan dokumen DJKA yang diduga merupakan dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan kasus OTT dan suap. “Dokumen tersebut sama sekali tidak ada korelasi dengan kasus praperadilan dugaan pemerasan Firli terhadap SYL, jadi tim Hukum Polda maupun Hakim PN Jaksel bisa langsung mengesampingkan. Tapi aats dugaan pelanggaran informasi dikecualikan atau rahasia bisa diproses pada proses hukum berbeda,” jelasnya.
Dokumen DKJA diduga merupakan dokumen hasil penyelidikan dan penyidikan KPK, dengan dibukanya sebagai bukti dalam praperadilan itu, Firli bisa diduga melanggar ketentuan Paal 54 UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik junto Pasal 322 KUHP.
“Barang siapa yang mengakses, memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan, maka diancam pidana paling lama 2 tahun penjara, dan denda paling banyak Rp. 10 juta,” ucap Edy mengutip Pasal 54 UU KIP.
Mahasiswa Master Hukum Unitomo Surabaya itu menduga, Firli dan tim hukumnya mencoba menekan Kapolda Metro Jaya, Irjend. Pol. Karyoto dengan mengungkap kasus DJKA yang mereka hubung-hubungkan dengan pengusaha asal Yogyakarta, Muhammad Suryo, yang diduga terkait dengan lelang proyek kereta api di DJKA tersebut. Di mana M Suryo merupakan teman Kapolda Metro Jaya. Sebelumnya, dalam kasus BTS yang ditangani Kejagung, nama M Suryo juga dikaitkan di dalamnya, dan oleh salah satu media nasional selalu disebut-sebut M. Suryo sebagai teman dekat Karyoto.
“Kapolda Metro bisa berteman dengan siapa saja, sebatas hubungan silaturahmi. Kami yakin beliau profesional. Sementara bicara hukum itu bersifat verbal, jadi tidak kaitannya tidak akan mempengaruhi apa-apa? Justru dokumen itu tidak boleh mempengaruhi proses hukum dugaan pemerasan Firli terhadap SYL,” papar Edy.
Untuk itu, Edy menyarankan agar Firli Bahuri kooperatif sebagai contoh tauladan bagi publik ketika menghadapi proses hukum yang menyangkut dirinya. Setidaknya itu pernah dilakukan oleh mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan Abraham Samad. “Selama ini sudah banyak manuver yang dilakukan Firli, tapi seolah blunder justru membuka peluang munculnya dugaan kasus-kasus baru, terutama suap dan gratifikasi. Jadi daripada terjebak dalam galian sumur sendiri yang semakin dalam, kami sarankan untuk kooperatif dan mengikuti proses hukum sebagaimana mestinya,” tambah Edy.
Edy menegaskan telah melaporkan Firli Bahuri dan Tim Pengacaranya ke Polda Metro Jaya terkait penggunakan dokumen KPK untuk kepentingan pribadi dalam gugatan praperadilan di PN Jaksel. Praperadilan itu sendiri akan diputuskan Hakim PN Jaksel pada sidang hari ini pukul 15.00 WIB. “Sidang praperadilan nya akan diputuskan hari ini pukul 15.00 WIB. Soal laporan sudah masuk kemarin, jadi tinggal tunggu prosesnya saja,” tegas Edy. ***
Menurut Edy, memasukkan dan membawa dokumen rahasia negara justru bisa dijerat pidana jika yang bersangkutan tidak kapasitas di dalamnya. Termasuk penilaian apakah dokumen itu bagian yang dirahasiakan atau boleh dilihat dan miliki publik. “Kita minta penyidik Polda Metro memeriksa orang yang menggunakan dokumen KPK tersebut. Ada indikasi menyalahi ketentuan perundangan dan penyalahgunaan kewenangan atau jabatan. Termasuk orang yang memberikan akses pemberian dokumen tersebut digunakan di luar lembaga perlu diperiksa nantinya.” jelas Edy.
Lebih lanjut Edy menekanka, dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan lembaga hukum termasuk yang dikecualikan untuk dibuka ke publik, sebagaimana dokumen DKJA terkait OTT pejabat yang merupakan dokumen internal KPK. Firli meskipun Ketua KPK non-aktif, apakah berhak membawa dokumen tersebut keluar dari gedung Merah Putih? Kapasitas Firli sendiri dalam praperadilan itu adalah personal bukan atas nama lembaga. “Jadi penggunaan dokumen lembaga bukan tidak mungkin jadi temuan pelanggaran etik bahkan pidana,” jelas Edy.
Lebih lanjut Edy menekankan, adanya dugaan pelanggaran dengan membawa dan memasukkan dokumen DJKA yang diduga merupakan dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan kasus OTT dan suap. “Dokumen tersebut sama sekali tidak ada korelasi dengan kasus praperadilan dugaan pemerasan Firli terhadap SYL, jadi tim Hukum Polda maupun Hakim PN Jaksel bisa langsung mengesampingkan. Tapi aats dugaan pelanggaran informasi dikecualikan atau rahasia bisa diproses pada proses hukum berbeda,” jelasnya.
Dokumen DKJA diduga merupakan dokumen hasil penyelidikan dan penyidikan KPK, dengan dibukanya sebagai bukti dalam praperadilan itu, Firli bisa diduga melanggar ketentuan Paal 54 UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik junto Pasal 322 KUHP.
“Barang siapa yang mengakses, memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan, maka diancam pidana paling lama 2 tahun penjara, dan denda paling banyak Rp. 10 juta,” ucap Edy mengutip Pasal 54 UU KIP.
Mahasiswa Master Hukum Unitomo Surabaya itu menduga, Firli dan tim hukumnya mencoba menekan Kapolda Metro Jaya, Irjend. Pol. Karyoto dengan mengungkap kasus DJKA yang mereka hubung-hubungkan dengan pengusaha asal Yogyakarta, Muhammad Suryo, yang diduga terkait dengan lelang proyek kereta api di DJKA tersebut. Di mana M Suryo merupakan teman Kapolda Metro Jaya. Sebelumnya, dalam kasus BTS yang ditangani Kejagung, nama M Suryo juga dikaitkan di dalamnya, dan oleh salah satu media nasional selalu disebut-sebut M. Suryo sebagai teman dekat Karyoto.
“Kapolda Metro bisa berteman dengan siapa saja, sebatas hubungan silaturahmi. Kami yakin beliau profesional. Sementara bicara hukum itu bersifat verbal, jadi tidak kaitannya tidak akan mempengaruhi apa-apa? Justru dokumen itu tidak boleh mempengaruhi proses hukum dugaan pemerasan Firli terhadap SYL,” papar Edy.
Untuk itu, Edy menyarankan agar Firli Bahuri kooperatif sebagai contoh tauladan bagi publik ketika menghadapi proses hukum yang menyangkut dirinya. Setidaknya itu pernah dilakukan oleh mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan Abraham Samad. “Selama ini sudah banyak manuver yang dilakukan Firli, tapi seolah blunder justru membuka peluang munculnya dugaan kasus-kasus baru, terutama suap dan gratifikasi. Jadi daripada terjebak dalam galian sumur sendiri yang semakin dalam, kami sarankan untuk kooperatif dan mengikuti proses hukum sebagaimana mestinya,” tambah Edy.
Edy menegaskan telah melaporkan Firli Bahuri dan Tim Pengacaranya ke Polda Metro Jaya terkait penggunakan dokumen KPK untuk kepentingan pribadi dalam gugatan praperadilan di PN Jaksel. Praperadilan itu sendiri akan diputuskan Hakim PN Jaksel pada sidang hari ini pukul 15.00 WIB. “Sidang praperadilan nya akan diputuskan hari ini pukul 15.00 WIB. Soal laporan sudah masuk kemarin, jadi tinggal tunggu prosesnya saja,” tegas Edy. ***