SuryaNews Jakarta-Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) menyarankan agar penyidik Polda Metro Jaya menjemput paksa Firli Bahuri untuk menuntaskan dugaan pemerasan terhadap Mantan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL). Firli tercatat sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Polda untuk pemeriksaan dalam kasus tersebut.
“Kalau gak koorperatif ya jemput paksa saja. Penyidik kan punya otoritas untuk melakukan itu. Tidak ada yang kebal hukum dan perlu diistimewakan dalam sebuah proses hukum. ” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo kepada media (15/11).
Firli tercatat mangkir pada panggilan Jum’at 20 Oktober, baru memenuhi panggilan kedua 24 Oktober namun minta pemeriksaan dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri. Firli kembali mangkir dari panggilan pada 7 November dan 14 November.
“Ada manuver yang dilakukan oleh Firli. Jadi kalau penyidik Polda Metro Jaya tidak tegas dalam hal ini, yang bersangkutan dikhawatirkan akan terus menghindar,” jelas Edy.
Lebih lanjut Edy menekankan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan Ketua KPK tersebut menjadi pertaruhan nama baik kepolisian itu sendiri. “ini persoalan nama baik institusi, bukan personal Kapolda atau siapa.” ujarnya.
Manuver menghindar kemudian berita-berita yang mencoba menghubung-hubungkan dengan Kapolda Metro Jaya Irjend Karyoto tidak perlu dihiraukan. Karena dalam sebuah proses hukum yang diperlukan itu bukti verbal bukan bukan opini atau isu. “Masalah Firli adalah masalah hukum, bukan personal dengan Karyoto. Lembaga kepolisian maupun KPK itu profesional dan independen. Tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun, dan tidak untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” jelas Edy.
Maka itu, lanjut Edy, jika dirasa perlu memberikan kepastian hukum dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, penyidik Polda Metro Jaya dapat menjemput paksa siapapun yang terlibat dalam proses hukum. “Jemput paksa kalau memang harus itu solusinya,” tegasnya.
Firli Bahuri disangka sebagai pelaku pemerasan terhadap Mantan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL). Penyidik Polda Metro Jaya sudah mengirimkan SPDP ke Kejaksaan atas gelar perkara pada 6 Oktober 2023 lalu. Firli mangkir pada panggilan pertama Polda Metro untuk pemeriksaan pada Jum’at 20 Oktober. Pada panggilan ke dua 24 Oktober, Firli bersedia diperiksa namun minta dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri. Penghilang pemeriksaan kedua pada tanggal 7 November, Firli kembali tidak hadir.
Penyidik Polda Metro Jaya bersama KPK telah melakukan penggeledahan rumah di Kertanegara 46 dan Bekasi. Rumah Kertanegara 46 diduga bentuk gratifikasi baru Firli dari pengusaha hotel dan tempat hiburan, Alex Tirta – pemilik klub dan pubs Alexis di Jakarta. Rumah yang disewa sejak 2021 senilai Rp. 640 juta pertahun itu diduga ada kaitannya dengan dendam Alex Tirta terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang telah menutup operasional Alexis. “Itu bisa menjadi kasus baru dengan penambahan pasal lain,” paparnya.
Atas dugaan pemerasan yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri terhadap Mantan Mentan SYL tersebut, telah terbit SPDP berdasarkan gelar perkara pada Jum’at, 6 Oktober 2023 lalu. Dalam hal ini, penyidik akan menerapkan Pasal 12E atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU no.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.
“Penyidik sebaiknya mengumumkan status Firli, apakah masih sebatas saksi atau tersangka. Penetapan tersangka tidak harus ada kehadiran yang bersangkutan. Jadi tidak ada alasan Polda menundanya. Setelah pengumuman itu, kalau yang bersangkutan tidak kooperatif penyidik bisa menjemput paksa. Yang penting jelas dulu statusnya. Publik akan melihat sejauh mana urgensi pemanggilan selama ini, termasuk jika harus jemput paksa, ” tambah Edy. ***