Potensi Dikorupsi, FKMB Minta pejabat Bupati Bojonegoro Batalkan Rencana Hibah 75 Combine pada APBD Perubahan

0
142
Adriyanto Pj Bupati Bojonegoro

 

SuryaNews Bojonegoro-Forum Kedaulatan Masyarakat Bojonegoro (FKMB) minta pejabat Bupati Bojonegoro Adriyanto membatalkan pengajuan anggaran hibah 75 unit alat pertanian combine kepada petani karena rawan dikorupsi. Anggaran Hibah 75 Combine itu dimasukkan dalam RAPBD Perubahan TA 2023, bahkan rencana itu cenderung dirahasiakan. Hingga saat ini belum diketahui berapa pasti anggaran tersebut, tapi diperkirakan akan menelan dana sekitar Rp. 37 miliar lebih.

“Bantuan hibah yang tahun 2021 dan 2022 saja ada ketidakjelasan di mana alat pertanian itu sekarang berada. Masak sekarang mau dilakukan lagi. Ini semua cuma permainan pejabat sebelumnya,” kata Ketua FKMB Edy Susilo SSos kepada wartawan menanggapi soal hibah mesin combine (29/9).

Bantuan hibah itu tidak boleh berulang penerimanya, termasuk dalam satu desa. Karena penggunaan alat pertanian combine tersebut mestinya buat kepentingan masyarakat secara umum tanpa pungutan, kecuali ganti biaya operasional dan BBM kalau tidak dianggarkan lagi oleh pemerintah.

Namun berdasarkan informasi yang berkembang di lapangan. Alat pertanian combine hibah tahun 2021 dan 2022 itu kini tidak ditemukan rimbanya. Ada indikasi penerima bantuan hibah menjualnya kembali kepada pihak lain.

“Jika benar comby hibah itu dijual kepada pihak lain. Itu sudah masuk bentuk korupsi karena menggelapkan barang bantuan negara.” Jelas Edy.

Untuk FKMB akan segera membentuk tim investigasi menelusuri keberadaan alat mesin pertanian combine tersebut. Yang jelas ada unsur penyalahgunaan kewenangan dan jabatan yang dilakukan pejabat Pemkab. Bojonegoro terhadap hibah tersebut, dan menguntungkan persoalan maupun korporasi.

“Merujuk pada UU pemberantasan korupsi, barang hibah diperjualbelikan itu termasuk dalam tindakan pidana korupsi, ” tegas Edy.

Edy menduga bantuan hibah itu permainan pejabat Pemkab Bojonegoro, dan hibah biasanya langsung dilakukan dan dihandle bupati. Apalagi kemudian penerima juga harus menyetor dana sekitar Rp. 100 juta. “Itu bentuknya pendampingan atau setoran suap?” kilahnya.

Untuk itu, Edy menyarankan agar pejabat Bupati Bojonegoro membatalkan anggaran bantuan hibah tersebut karena berpotensi dikorupsi. “Kalaupun terjadi bantuan hibah mesti ada landasan hukum yang jelas, baik itu perda, peraturan pemerintah atau aturan di atasnya. Selama ini pengelolaan keuangan daerah seolah seenaknya bupati,” tambah Edy. ***