Hal tersebut terutama keringanan untuk debitur kecil seperti pengemudi ojek online (ojol), ojek konvensional, dan masyarakat lain yang penghasilan hariannya terdampak langsung Covid-19.
“Memang ada potensi NPL (non performing loan/kredit macet) meningkat. Namun dengan adanya relaksasi penilaian kredit, mereka harusnya bisa fleksibel,” ujar Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal dalam keterangan pers tertulis kepada Tribunnews, Jumat, 17 April 2020.
Karena itu, Fithra Faisal menilai perusahaan leasing saat ini belum mampu menerjemahkan Peraturan OJK yang sudah diterbitkan atas permintaan pemerintah.
Fithra tak menampik leasing yang akan memberikan kebijakan baru terkait cicilan kredit debiturnya juga harus memperhatikan keberlangsungan usaha (going concern) perusahaannya.
Namun itu bukan berarti keringanan cicilan tidak dapat dijalankan.
“Meski ini suatu hal yang going concern buat mereka karena mereka juga mau mengamankan prospek bisnisnya, harus ada himbauan dan komunikasi yang lebih baik (dari regulator) agar mereka tidak takut menyalurkan kredit dan dapat lebih memberikan relaksasi ke debitur-debiturnya,” ujarnya.
Dia menegaskan, perusahaan pembiayaan harus menyadari bahwa sektor pengangkutan merupakan salah satu sektor yang terdampak signifikan dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Hasil studi kami menyimpulkan diperkirakan 500 ribu sampai 1juta orang yang terkena dampaknya, dan itu termasuk ojol,” bebernya.
Dia mengatakan, pendapatan driver ojol di atas rata-rata sebelum muncul pandemi corona. Namun ketika mereka tidak diizinkan beroperasi lagi mengangkut penumpang selama PSBB, maka pendapatan harian mereka terjun bebas.
(Tb n/Redaksi)