SuryaNews Batam-Sindikat Love Scamming yang diperankan ratusan warga Tionghoa di Batam diduga dikendalikan dan dipimpin pengusaha hiburan berinisial AM. Diduga juga ada bos pengusaha lainnya mulai disebut-sebut yakni Ahok.
Sejauh ini pihak aparat kepolisian terus mengembangkan informasi soal jaringan love scamming tersebut. Nama AM dan Ahok sedang dapat perburuan aparat kepolisian maupun interpol.
Penelusuran media Suryanews dan konfirmasi ke Kantor Imigrasi Batam didapatkan fakta bahwa mereka tidak mengantongi dokumen baik paspor maupun ID Card. Pejabat Wasdakim Kantor Imigrasi Batam yang menerima Randi dan Firman menyebutkan, bahwa pihaknya tidak melihat catatan adanya rombongan dalam jumlah besar yang masuk ke Batam melalui pelabuhan maupun bandara internasional. “Mereka yang masuk lewat Jakarta tentu di sini turun melalui jalur domestik, jadi ada yang tidak terpantau.” kata Randi.
Sekitar 130 orang warga Tionghoa diamankan polisi terkait kasus love scamming di Batam, ditangkap di beberapa tempat; pertama di kawasan industri Cammo Batam Center sebanyak 88 orang dan Pulau Bulu dan sekitarnya 42 orang. Terakhir ditangkap juga satu orang diduga pemimpin, koordinator dan penanggung jawab kelompok WNA tersebut.
“Tidak mungkin mereka masuk ke Batam tanpa dokumen. Sehingga patut dicurigai ada pengusaha lokal yang menjadi fasilitator, yang diduga mengamankan dokumen mereka,” kata Ketua BPKPPD Kepri, Edy Susilo SSos kepada wartawan (7/9).
Edy menduga masih ada kelompok yang masih bersembunyi di sekitar Batam, bersamaan menghilangnya pengusaha AM dan Ahok yang dikabarkan sudah kabur ke luar negeri. “Ini kan kejahatan yang menjadi target interpol, artinya kemana saja pengusaha hiburan itu kabur akan dengan mudah didapatkan.” tegas Edy.
Menurut Edy, mereka lebih aman diproses di Batam daripada di luar negeri, karena hukumannya bisa jauh lebih berat.
Pihak kantor imigrasi Batam juga berjanji akan memperketat pengawasan di pintu keluar masuk Batam. Termasuk melihat report orang asing yang masuk ke Batam dalam 2-3 bulan terakhir. “Kami mempersiapkan untuk membantu deportasi, sejauh ini belum ada pengaduan korban dalam negeri. Karena ini menyangkut kewenangan interpol maka proses hukum akan diberikan di negara asal mereka, ” jelas Randi.
Edy menegaskan, bahwa ketidakjelasan awal masuknya para pelaku love scamming itu menunjukkan identifikasi lemahnya pengawasan dan penindakan imigrasi terhadap orang asing di Indonesia, terutama di Batam. “Mereka sudah limit ijin tinggal belum dan sebagainya. Apakah juga memiliki ijin kerja? Ada indikasi mereka sudah lama beraksi di Batam. Kuncinya ditangkap dulu pengusaha hiburan yang dicurigai sebagai fasilitator dan sponsor mereka.” tambah Edy.***