Tuban, Surya News – Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas) sejak 2019 lalu, telah mengeluarkan surat edaran ke Pertamina untuk melakukan pengaturan pengendalian pembelian jenis bahan bakar tertentu (JBT), yakni minyak Solar.
Surat edaran tersebut merupakan langkah BPH Migas untuk mengurangi potensi over kuota bahan bakar jenis Solar bersubsidi.
Over kuota ini disebabkan karena adanya ketidakpatuhan dalam penyaluran jenis BBM tertentu kepada konsumen pengguna.
Diduga Ada potensi kecurangan atau penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi, hingga mengakibatkan kerugian para konsumen yakni kendaraan yang mau isi BBM jenis solar tersebut, karena sering telat atau habis.
Selain surat edaran BPH Migas sejumlah regulasi yang mengatur tentang BBM adalah Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Perpres 191/2014 dan perubahannya secara spesifik melarang penimbunan dan/atau penyimpanan minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil).
Selain itu, Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Meskipun sejumlah regulasi telah mengatur Penyediaan, Pendistribusian minyak BBM, hingga jeratan Pidanyanya tak membuat para pemain minyak di wilayah Conpreng, Plumpang Kabupaten Tuban, gentar. pasalnya masih banyak ditemukan para pemain minyak yang dengan terang terangan mengambil solar bersubsidi, dalam jumlah yang besar, (Over kuota).
Meskipun bisnis minyak di wilayah tersebut sudah lama, namun tidak pernah disentuh hukum.
Pantauan media ini Salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) diarea Compreng Kecamatan Widang Kabupaten Tuban ini, diduga kerap melayani pengambilan solar bersubsidi dalam jumlah besar.
Untuk memuluskan aksinya para pemain minyak, saat pengambilan Solar bersubsidi, dengan dalih untuk keperluan kelompok Hippa di desa Magersari.1/10/20.
Pengambilan solar bersubsidi tersebut berlangsung hingga 2 kali dalam sehari tiap sore dan menjelang magrib dengan menggunakan kendaraan jenis pickup L300 bermuatan 8 drum.
Perlu diketahui
Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”) kemudian mengatur bahwa:
Setiap orang yang melakukan:
Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).
Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Berdasarkan uraian tersebut, pembeli BBM dengan jeriken dengan jumlah banyak dapat diduga melakukan penyimpanan tanpa izin, sehingga dapat dipidana berdasarkan Pasal 53 huruf c UU 22/2001 di atas.(Redaksi/Tim)
