Lampung l suryanews.co.id – Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) mengapresiasi kinerja Aspidsus Kejati Lampung yang ngegas dalam pemberantasan korupsi di wilayah tersebut. Tentu itu didukung oleh Kajati maupun seluruh personel kejaksaan di wilayah tersebut. Setelah menetapkan tersangka dan menahan beberapa orang dalam kasus PI tambang di Lampung, Jum’at (6/12) kembali menetapkan 3 tersangka dan menahannya dalam kasus pembangunan jalan di Pesisir Barat.
“Kinerja Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya patut diapresiasi, tentu bersama seluruh jajaran dan pimpinannya. Gebrakan pemberantasan yang dibuat luar biasa. Ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam pemerintahan untuk pemberantasan korupsi,” kata Ketua Lemtaki Edy Susilo SSos kepada media Sabtu (7/12).
Menurut Edy, kinerja Aspidsus Kejati Lampung itu patut dijadikan contoh bagi kejaksaan tinggi lainnya di Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Serius, tegas dan tidak ada main-main. Sebab korupsi hampir terjadi di semua lini wilayah Indonesia. “Keseriusan pemberantasan korupsi akan menjadi salah satu kunci keberhasilan pemerintahan Presiden Prabowo,” ujarnya.
Edy berharap langkah Kejati Lampung diikuti oleh Kejati wilayah lainnya, dan seharusnya Jaksa Agung dan Jajarannya mendorong bergeraknya seluruh Kejati dalam pemberantasan korupsi di wilayah masing-masing. Membuka ruang bagi masyarakat yang melaporkan kasus dugaan korupsi dengan tembusan ke Kejagung sehingga perkembangan kasusnya dapat dipantau, apakah aparat di daerah bekerja atau tidak.
“Jika seluruh kejaksaan punya kinerja seperti di Kejati Lampung, maka Kejaksaan akan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi dan menyelamatkan ekonomi bangsa. Korupsi adalah salah satu penyebab terpuruknya bangsa ini.” Jelasnya.
Mahasiswa Magister Hukum Unitomo Surabaya itu menjelaskan, kinerja aparatur di Kejati Lampung itu perlu didukung dengan perangkat hukum lainnya, sehingga pemerintah perlu mendorong dibahas dan disahkannya UU perampasan aset. Dengan begitu aspek jera dan menakutkan akan dirasakan para koruptor. “Kalau tanpa UU perampasan aset, paling bisa dihukum mengembalikan dan denda yang bisa diganti atau subsider kurungan,” urainya.
Edy mencontohkan dalam kasus terbaru yang ditangani Aspidsus Kejati Lampung terhadap 3 orang tersangka yakni mantan kadis PUPR, Direktur Kontraktor Pelaksana dan Kontraktor Pengawas, angka kerugian sebesar Rp. 1,3 miliar. Sesuai dengan penerapan pasal 18 UU Tipikor, koruptor hanya dihukum pengembalian dana yang dikorupsi mengiringi hukuman penjara, sementara denda dibatasin dengan angka kecil yang disubsider dengan kurungan.
“Jadi koruptor masih bisa menikmati hasil korupsinya dari yang lain, karena dendanya bukan kelipatan angka yang dikorupsi atau angka kerugian negara. Ini yang harus diperjuangkan bersama,” terangnya.
Ditambahkan Edy, apresiasi patut diberikan secara personal kenapa Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, yang pernah menjabat sebagai Kasi Pidsus Kejari Batam dan mantan Kajari Tuban, sebelum bertugas sebagai Aspidsus Kejati Lampung. “Lemtaki yakin masih banyak personal kejaksaan yang punya kinerja dan integritas tinggi dalam pemberantasan korupsi, mereka perlu diberikan apresiasi dengan ditempatkan pada jabatan yang memberikan kewenangan lebih dalam pemberantasan korupsi,” pungkasnya. ***